Saco-Indonesia.com — Suhu lapisan dalam Bumi ternyata 1.000 derajat celsius lebih
tinggi dari yang didiuga sebelumnya. Ber
Saco-Indonesia.com — Suhu
lapisan dalam Bumi ternyata 1.000 derajat celsius lebih tinggi dari yang didiuga sebelumnya.
Berdasarkan pengukuran terbaru, suhu lapisan dalam satu-satunya planet yang terbukti bisa
mendukung kehidupan kompleks itu setara dengan permukaan Matahari, 6.000 derajat celsius.
Hasil pengukuran itu didapatkan lewat riset tim ilmuwan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Perancis (CNRS) dan beberapa lembaga lain. Suhu lapisan dalam, tepatnya pada perbatasan bagian
dalam dan luar Bumi, diperkirakan berdasarkan pengukuran titik leleh besi.
Lewat pengukuran ini, peneliti sebenarnya ingin memberikan penjelasan mengenai terbentuknya
medan magnet Bumi. Untuk memiliki medan magnet kuat, harus ada perbedaan suhu sebesar 1.500
derajat celsius antara lapisan dalam dan luar.
Peneliti memang telah melakukan
pengukuran suhu perbatasan lapisan dalam dan luar Bumi sebelumnya. Namun, perbedaan suhu yang
terukur sebelumnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Lewat penelitian ini, peneliti
melakukan pengukuran ulang.
Pengukuran titik leleh besi dalam penelitian ini
dilakukan dengan memanfaatkan sifat difraksi (penyebaran) sinar X. Saat sinar X menumbuk besi,
maka akan ada "tanda" bahwa besi tersebut dipanaskan.
Dari
pengukuran tersebut, seperti diberitakan Livescience, Jumat (26/4/2013), didapatkan
hasil bahwa titik leleh besi adalah 4.800 derajat celsius, dengan tekanan 2,2 juta kali lebih
besar dari tekanan di atas permukaan laut Bumi.
Berdasarkan hasil tersebut,
diperkirakan suhu lapisan yang membatasi bagian dalam dan luar Bumi adalah 6.000 derajat celsius.
Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal Science pada Kamis (25/4/2013). Hasil riset
ini bermanfaat bagi para seismolog untuk memperkirakan gerakan lempeng Bumi.
Editor :Liwon Maulana(galipat)
saco-indonesia.com, Naiknya harga
jengkol di sejumlah daerah hingga menyentuh angka Rp 50.000 per kilogram memicu spekulasi soal
pemicunya.
LEBAK, Saco-Indonesia.com — Naiknya harga jengkol di sejumlah daerah hingga menyentuh angka Rp 50.000 per kilogram memicu spekulasi soal pemicunya. Apa kira-kira penyebabnya?
Para pedagang di Pasar Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, misalnya, menduga kenaikan tersebut akibat terjadi kelangkaan di pasaran. Suryani, seorang pedagang sayur-sayuran di Pasar Rangkasbitung mengatakan, sejak tiga pekan terakhir, pasokan jengkol dari petani menghilang.
Menghilangnya pasokan jengkol kemungkinan karena belum memasuki musim panen.
"Karena itu, jika ada jengkol dipastikan harganya melambung hingga mencapai Rp 50.000/kg atau melebihi harga daging ayam sebesar Rp 25.000. Harga normal jengkol bisanya sekitar Rp20 ribu/kg," katanya.
Sementara itu, Soleh, seorang pedagang di Pasar Rangkasbitung, menduga pasokan jengkol dari sejumlah petani di Kabupaten Lebak berkurang karena banyak pohon jengkol ditebang untuk keperluan bangunan perumahan maupun kerajinan rumah tangga.
"Berkurangnya pasokan jengkol itu karena banyak pohon jengkol beralih fungsi menjadi perumahan maupun perkebunan. Sebelumnya, sentra jengkol di Kabupaten Lebak hampir merata di setiap kecamatan," ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini, jengkol di Rangkasbitung dipasok dari Provinsi Lampung dan Palembang.
"Kami berharap petani bisa mengembangkan kembali tanaman jengkol karena permintaan pasar cukup tinggi," katanya.
Kepala Pasar Rangkasbitung Dedi Rahmat mengakui selama ini pasokan jengkol di pasaran menghilang sehingga pedagang terpaksa berjualan komoditas lain. Mereka para pedagang jengkol saat ini beralih menjadi pedagang buah-buahan maupun umbi- umbian akibat kelangkaan tersebut.
"Saya kira kelangkaan jengkol ini kali pertama akibat belum tibanya musim panen juga banyak pohon jengkol digunakan untuk pembangunan rumah," katanya.
Sumber : ANT/Kompas.com
Editor :Liwon Maulana(galipat)