Harga Ibadah Haji Legal di Jakarta Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.
Harga Ibadah Haji Legal di Jakarta Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.
Polisi mulai memeriksa saksi-saksi terkait kasus pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto (19).
Saco-Indonesia.com — Polisi mulai memeriksa saksi-saksi terkait kasus pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto (19). Saksi-saksi itu di antaranya adalah orang-orang yang dimintai tolong oleh pelaku AIH (19) saat mobil yang dipakai untuk membawa mayat Ade Sara mogok hingga tiga kali.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, saat berputar-putar hendak membuang mayat korban, mobil yang ditumpangi pelaku AIH dan satu pelaku lagi, AR (18), mogok tiga kali. Saat mogok ini, AIH meminjam jumper aki ke sejumlah orang untuk menghidupkan kembali mobil KIA Visto.
Namun, mobil itu mogok lagi hingga tiga kali. AIH kemudian memanggil temannya untuk meminjam aki. Teman AIH datang ke lokasi. ”Saat itu, temannya sempat melihat ada orang di dalam mobil AIH. Ia bertanya, siapa itu? Dijawab AIH, itu mayat,” kata Rikwanto.
Mendapat jawaban itu, teman AI diam sebelum kemudian pergi. Setelah mesin mobil hidup kembali, pelaku pergi dengan membawa mayat korban.
Rikwanto menambahkan, polisi belum menjadwalkan pemeriksaan psikologi AIH dan AR. Keduanya masih menjawab pertanyaan penyidik dengan normal. Namun, jika dibutuhkan, polisi akan menghadirkan psikolog untuk memeriksa kondisi kejiwaan kedua pelaku.
Meminta maaf
Keluarga Ade Sara Angelina Suroto (19) tidak hanya memaafkan tindakan pelaku yang membunuh Sara. Keluarga, melalui paman Sara, Yohanes Sutarto, juga meminta maaf jika ada tindakan dan perkataan Sara yang telah melukai kedua pelaku sehingga terjadi peristiwa pembunuhan itu.
”Kami pun tak habis pikir kenapa terjadi penganiayaan itu. Apa mungkin Sara telah melukai perasaan mereka (kedua pelaku). Kalau demikian, kami pun minta maaf,” kata Yohanes.
Namun, hingga saat ini, menurut Yohanes, keluarga kedua pelaku belum ada yang meminta maaf kepada keluarga Sara. ”Ya, kami juga memahami keluarga mereka (kedua pelaku) dan keluarga kami juga tak saling kenal, melainkan anak-anaknya yang kenal,” kata Yohanes.
Tak dimungkiri Yohanes, meskipun cukup tegar, orangtua Sara sesungguhnya juga terguncang, terutama ayah Sara, Suroto, yang kerap termenung pada malam hari. ”Ibunda Sara, Elizabeth, memang kelihatan jauh lebih tegar. Mudah-mudahan selanjutnya demikian,” kata Yohanes.
Sensitivitas terkikis
Psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mengatakan, ada kemungkinan kedua pelaku, AIH dan AR, telah kehilangan sensitivitas dan empati.
”Mungkin, entah bagaimana, sensitivitas ataupun empati keduanya terkikis. Padahal, itu yang membatasi orang untuk tidak menyakiti orang lain,” kata Vera.
Namun, menurut Vera, seseorang tidak bisa menjadi sesadis itu dalam waktu singkat. Ia yakin ada beberapa faktor yang berkontribusi memunculkan kesadisan itu. Hal ini bukan berarti membela atau mencari pembenaran dalam tindakan kedua pelaku. Namun, faktor-faktor pemicu kesadisan sebisa mungkin harus diungkap untuk menemukan akar masalahnya.
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, berpendapat, kecil kemungkinan tewasnya Sara sebagai sebuah kesengajaan dan terencana. Dua tersangka, yakni AIH dan AR, diduga kalap sehingga bereaksi secara berlebihan. Efek ini timbul karena pelaku tidak profesional.
”Reaksi berlebihan dari kedua tersangka terjadi saat korban berteriak dan bertindak di luar antisipasi sebelumnya. Cara tersangka menghentikannya kebablasan,” kata Reza. (MKN/NEL/MDN/RAY)
Sumber : Kompas.com
Editor : Maulana Lee
siswa Ponpes Ngruki Solo hilang
Saddan Mohamad Raisan yang berusia (17) tahun salah satu siswa di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Cemani, Solo, Jawa Tengah hanyut dibawa air, saat berenang di sungai, Selasa (11/3) kemarin sore. Meski sudah dilakukan pencarian, siswa yang juga tinggal di dalam ponpes tersebut hingga malam tadi belum ditemukan.
Saddan Mohamad Raisan yang berusia (17) tahun salah satu siswa di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Cemani, Solo, Jawa Tengah hanyut dibawa air, saat berenang di sungai, Selasa (11/3) kemarin sore. Meski sudah dilakukan pencarian, siswa yang juga tinggal di dalam ponpes tersebut hingga malam tadi belum ditemukan.
Humas tim Basarnas Surakarta Yohan Tri Anggoro juga mengatakan, sebelum hanyut Raisan bersama 2 orang temannya berenang dari bawah jembatan di dekat Ponpes Al Mukmin Ngruki.
"Sekitar jam 15.30 WIB, 3 siswa berenang dari jembatan dekat pondok Al Mukmin Ngruki. Dua siswa bisa berenang, tapi yang 1 ternyata belum bisa, akhirnya hanyut terbawa arus," ujar Yohan.
Menurut Yohan, arus sungai cukup dalam dan deras, setelah Selasa sore terjadi hujan lebat. Saat ini pihaknya bersama tim SAR sedang berupaya untuk dapat mencari keberadaan korban.
"Sementara malam ini kami melakukan penyanggongan di 3 titik. Tim pertama menunggu di Jembatan Dawung, kedua di daerah Plalan dan ketiga di Nusupan," pungkasnya.
Negative View of U.S. Race Relations Grows, Poll Finds
Public perceptions of race relations in America have grown substantially more negative in the aftermath of the death of a young black man who was injured while in police custody in Baltimore and the subsequent unrest, far eclipsing the sentiment recorded in the wake of turmoil in Ferguson, Mo., last summer.
The poll findings highlight the challenges for local leaders and police officials in trying to maintain order while sustaining faith in the criminal justice system in a racially polarized nation.
Sixty-one percent of Americans now say race relations in this country are generally bad. That figure is up sharply from 44 percent after the fatal police shooting of Michael Brown and the unrest that followed in Ferguson in August, and 43 percent in December. In a CBS News poll just two months ago, 38 percent said race relations were generally bad. Current views are by far the worst of Barack Obama’s presidency.
The negative sentiment is echoed by broad majorities of blacks and whites alike, a stark change from earlier this year, when 58 percent of blacks thought race relations were bad, but just 35 percent of whites agreed. In August, 48 percent of blacks and 41 percent of whites said they felt that way.
Looking ahead, 44 percent of Americans think race relations are worsening, up from 36 percent in December. Forty-one percent of blacks and 46 percent of whites think so. Pessimism among whites has increased 10 points since December.
The poll finds that profound racial divisions in views of how the police use deadly force remain. Blacks are more than twice as likely to say police in most communities are more apt to use deadly force against a black person — 79 percent of blacks say so compared with 37 percent of whites. A slim majority of whites say race is not a factor in a police officer’s decision to use deadly force.
Overall, 44 percent of Americans say deadly force is more likely to be used against a black person, up from 37 percent in August and 40 percent in December.
Blacks also remain far more likely than whites to say they feel mostly anxious about the police in their community. Forty-two percent say so, while 51 percent feel mostly safe. Among whites, 8 in 10 feel mostly safe.
One proposal to address the matter — having on-duty police officers wear body cameras — receives overwhelming support. More than 9 in 10 whites and blacks alike favor it.
Asked specifically about the situation in Baltimore, most Americans expressed at least some confidence that the investigation by local authorities would be conducted fairly. But while nearly two-thirds of whites think so, fewer than half of blacks agree. Still, more blacks are confident now than were in August regarding the investigation in Ferguson. On Friday, six members of the police force involved in the arrest of Mr. Gray were charged with serious offenses, including manslaughter. The poll was conducted Thursday through Sunday; results from before charges were announced are similar to those from after.
Reaction to the recent turmoil in Baltimore, however, is similar among blacks and whites. Most Americans, 61 percent, say the unrest after Mr. Gray’s death was not justified. That includes 64 percent of whites and 57 percent of blacks.
The nationwide poll was conducted from April 30 to May 3 on landlines and cellphones with 1,027 adults, including 793 whites and 128 blacks. The margin of sampling error is plus or minus three percentage points for all adults, four percentage points for whites and nine percentage points for blacks. See the full poll here.
Maya Plisetskaya, Ballerina Who Embodied Bolshoi, Dies at 89
Ms. Plisetskaya, renowned for her fluidity of movement, expressive acting and willful personality, danced on the Bolshoi stage well into her 60s, but her life was shadowed by Stalinism.