Paket Ibadah Haji Profesional di Jakarta Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.
Paket Ibadah Haji Profesional di Jakarta Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.
Sebuah fragmen bagian dari Malioboro dengan kisah yang cukup sudah lama sejak berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pasar
Sebuah fragmen bagian dari Malioboro dengan kisah yang cukup sudah lama sejak berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pasar ini juga telah menjadi sentra kegiatan ekonomi selama ratusan tahun dan keberadaannya telah mempunyai makna filosofis. Sebagai salah satu pilar Catur Tunggal yang terdiri dari Kraton, Alun-alun Utara, Masjid Agung dan Pasar Beringharjo sendiri.
Pasar Beringharjo yang kita kenal sekarang pada awalnya adalah hutan beringin, tiga tahun setelah Perjanjian Gianti, wilayah pasar ini juga telah menjadi tempat transaksi ekonomi bagi warga Yogyakarta dan sekitarnya. Pembangunan Pasar Beringharjo secara permanen di mulai pada awal tahun 1920 silam yang telah ditandai dengan adanya bangunan yang sudah jadi pada tahun 1925. Asal mula nama Beringharjo telah diberikan oleh Sri Sultan HB IX yang artinya membawa kesejahteraan.
Pada saat ini, Pasar Beringharjo telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang besar untuk kawasan Malioboro. Bangunan bertingkat yang setiap lantanya diisi oleh berbagai macam komoditas perdagangan, mulai dari konveksi, akseoris, sembako dan rempah-rempah. Pasar Beringharjo juga sudah menjadi salah satu tujuan wisata belanja bagi wisatawan yang berkunjung di kota Yogya. Berbasiskan pasar tradisional serta berkolaborasi dengan gaya modern telah membuat pasar ini membawa banyak cerita bagi para pengunjung untuk kembali dan membawa teman-temannya berkunjung di sini lagi. Puncak kepadatan di Pasar Beringharjo biasanya terjadi di musim liburan dimana banyak wisatawan berbondong-bondong mengunjungi dengan berbagai macam kepentingan di sini dari belanja atau sekedar berjalan-jalan.
Pintu gerbang Pasar Beringharjo dari sini kita bisa menemukan banyak pedagang pecel dengan ciri khas kursi panjang kayu dan payung-payung besar sebagai atap pelindung dari hujan dan panas. Masuk ke pintu gerbang kita akan menemukan sebuah rancang bangun tangga yang telah membawa pengunjung menuju lantai paling atas. Lantai dasar dari ruangan ini juga merupakan lorong panjang yang telah menghubungkan dengan pasar Beringharjo di bagian timur, setiap sisi dari lorong ini dipenuhi dengan para penjual batik baik masih berbentuk kain ataupun pakaian jadi. Selain pakaian batik, los pasar bagian barat juga telah menawarkan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun batik. Sandal dan tas yang dijual dengan harga miring dapat dijumpai di sekitar tangga berjalan pasar bagian barat.
Pasar Beringharjo bisa dikatakan memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan jaman dengan ditandainya banyak perubahan dalam aktifitas masyarakat termasuk belanja. Berdiri diantara pusat perbelanjaan modern, pasar ini juga mampu bertahan dan memberikan sentuhan tradisional yang unik ketika bertransaksi antara pembeli dan penjual. Tawar menawar harga menjadi telah semacam bentuk komunikasi yang terjalin mulai dari cara menawar yang ringan hingga sistem tembak langsung.
MENGENAL JENIS KULIT
saco-indonesia.com,
Mengenal jenis kulit
Sahabat dr.dep
Penting tidak ya dalam mengetahui jenis kulit kita? mengetahui
saco-indonesia.com,
Mengenal jenis kulit
Sahabat dr.dep
Penting tidak ya dalam mengetahui jenis kulit kita? mengetahui jenis kulit ternyata sangat penting, hal ini juga berguna untuk dapat menjaga kesehatan kulit dan memilih produk perawatan yang sangat tepat. Bila kita tidak cermat dalam memilih produk perawatan kecantikan yang tepat untuk kulit kita, hasil yang kita harapkan dalam perawatan kemungkinan besar tidak akan tercapai.
Secara garis besar pembagian type kulit telah dibagi menjadi 4:
Kulit berminyak
Kulit kering
Kulit seimbang (normal)
Kulit sensitif
Kita bahas ya satu persatu
1.Kulit berminyak
Kalau kita lihat dengan skin analyzer, tampilan tekstur kulit yang berminyak pada umumnya tebal dan kasar.Pori pori tampak membesar.Kulit juag terlihat mengkilap karena produksi minyak yang berlebihan. Kulit berminyak juga sangat rentan terhadap jerawat dan komedo karena kelebihan sekresi sebum,kelebihan sekresi sebum ini juga dapat menangkap kotoran pada wajah, sehingga dapat mengakibatkan pori-pori akan tersumbat. Nah kalau pori pori sudah tersumbat, ini bisa akan menimbulkan berbagai masalah, salah satu- nya jerawat.
2. Kulit kering
Tipe kulit kering telah ditandai dengan tidak meratanya tekstur kilapan pada permukaan kulit,hal ini juga dikarenakan kurangnya produksi minyak yang berfungsi untuk dapat melumasi bagian permukaan dari sel-sel kulit.Bisa karena faktor congenital/bawaan atau karena berbagai kondisi.Kulit kering ini dapat dilihat dari penyebabnya karena berkurangnya kandungan air pada stratum corneum (SC).
Jadi kita sudah tahu ya, pengertiannya kulit berminyak dan kulit kering, kedua type kulit ini kadang muncul secara bersamaan, misalnya ada orang yang telah mengalami kulit kering pada bagian V area (dagu sampai pipi), dan bagian T area (dahi) tampak berminyak.Itu yang kita sebut tipe kulit kombinasi.
3. Kulit seimbang
Tipe kulit yang telah mempunyai keseimbangan antara produksi minyak dan kelembaban, sehingga dapat terjaga kehalusan, kekenyalan dan kelenturannya.
4. Kulit sensitif
Tipe kulit yang bereaksi secara berlebihan pada bahan stimulus (rangsangan) yang paling ringan sekalipun. Kulit mudah berubah kemerahan.
Jika kita sudah mengetahui jenis kulit kita, tentunya kita juga dapat memilih produk perawatan yang sesuai dengan kebutuhan kulit kita.Dengan begitu kita dapat merawat kulit dengan tepat.
Kulit akan menjadi lebih cerah dan sehat, seperti yang kita harapkan.
Editor : Dian Sukmawati
Gene Fullmer, a Brawling Middleweight Champion, Dies at 83
Fullmer, who reigned when fight clubs abounded and Friday night fights were a television staple, was known for his title bouts with Sugar Ray Robinson and Carmen Basilio.
Baltimore Residents Away From Turmoil Consider Their Role
BALTIMORE — In the afternoons, the streets of Locust Point are clean and nearly silent. In front of the rowhouses, potted plants rest next to steps of brick or concrete. There is a shopping center nearby with restaurants, and a grocery store filled with fresh foods.
And the National Guard and the police are largely absent. So, too, residents say, are worries about what happened a few miles away on April 27 when, in a space of hours, parts of this city became riot zones.
“They’re not our reality,” Ashley Fowler, 30, said on Monday at the restaurant where she works. “They’re not what we’re living right now. We live in, not to be racist, white America.”
As Baltimore considers its way forward after the violent unrest brought by the death of Freddie Gray, a 25-year-old black man who died of injuries he suffered while in police custody, residents in its predominantly white neighborhoods acknowledge that they are sometimes struggling to understand what beyond Mr. Gray’s death spurred the turmoil here. For many, the poverty and troubled schools of gritty West Baltimore are distant troubles, glimpsed only when they pass through the area on their way somewhere else.
And so neighborhoods of Baltimore are facing altogether different reckonings after Mr. Gray’s death. In mostly black communities like Sandtown-Winchester, where some of the most destructive rioting played out last week, residents are hoping businesses will reopen and that the police will change their strategies. But in mostly white areas like Canton and Locust Point, some residents wonder what role, if any, they should play in reimagining stretches of Baltimore where they do not live.
“Most of the people are kind of at a loss as to what they’re supposed to do,” said Dr. Richard Lamb, a dentist who has practiced in the same Locust Point office for nearly 39 years. “I listen to the news reports. I listen to the clergymen. I listen to the facts of the rampant unemployment and the lack of opportunities in the area. Listen, I pay my taxes. Exactly what can I do?”
And in Canton, where the restaurants have clever names like Nacho Mama’s and Holy Crepe Bakery and Café, Sara Bahr said solutions seemed out of reach for a proudly liberal city.
“I can only imagine how frustrated they must be,” said Ms. Bahr, 36, a nurse who was out with her 3-year-old daughter, Sally. “I just wish I knew how to solve poverty. I don’t know what to do to make it better.”
The day of unrest and the overwhelmingly peaceful demonstrations that followed led to hundreds of arrests, often for violations of the curfew imposed on the city for five consecutive nights while National Guard soldiers patrolled the streets. Although there were isolated instances of trouble in Canton, the neighborhood association said on its website, many parts of southeast Baltimore were physically untouched by the tumult.
Tensions in the city bubbled anew on Monday after reports that the police had wounded a black man in Northwest Baltimore. The authorities denied those reports and sent officers to talk with the crowds that gathered while other officers clutching shields blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues.
Lt. Col. Melvin Russell, a community police officer, said officers had stopped a man suspected of carrying a handgun and that “one of those rounds was spent.”
Colonel Russell said officers had not opened fire, “so we couldn’t have shot him.”
The colonel said the man had not been injured but was taken to a hospital as a precaution. Nearby, many people stood in disbelief, despite the efforts by the authorities to quash reports they described as “unfounded.”
Monday’s episode was a brief moment in a larger drama that has yielded anger and confusion. Although many people said they were familiar with accounts of the police harassing or intimidating residents, many in Canton and Locust Point said they had never experienced it themselves. When they watched the unrest, which many protesters said was fueled by feelings that they lived only on Baltimore’s margins, even those like Ms. Bahr who were pained by what they saw said they could scarcely comprehend the emotions associated with it.
But others, like Lambi Vasilakopoulos, who runs a casual restaurant in Canton, said they were incensed by what unfolded last week.
“What happened wasn’t called for. Protests are one thing; looting is another thing,” he said, adding, “We’re very frustrated because we’re the ones who are going to pay for this.”
There were pockets of optimism, though, that Baltimore would enter a period of reconciliation.
“I’m just hoping for peace,” Natalie Boies, 53, said in front of the Locust Point home where she has lived for 50 years. “Learn to love each other; be patient with each other; find justice; and care.”
A skeptical Mr. Vasilakopoulos predicted tensions would worsen.
“It cannot be fixed,” he said. “It’s going to get worse. Why? Because people don’t obey the laws. They don’t want to obey them.”
But there were few fears that the violence that plagued West Baltimore last week would play out on these relaxed streets. The authorities, Ms. Fowler said, would make sure of that.
“They kept us safe here,” she said. “I didn’t feel uncomfortable when I was in my house three blocks away from here. I knew I was going to be O.K. because I knew they weren’t going to let anyone come and loot our properties or our businesses or burn our cars.”