Warga
yang sudah merekam data untuk KTP elektronik sudah sebanyak 175 juta jiwa. Namun, dari jumlah
itu, data yang dipastikan tu
Warga yang sudah merekam data untuk KTP elektronik sudah
sebanyak 175 juta jiwa. Namun, dari jumlah itu, data yang dipastikan tunggal baru 139 juta,
sisanya belum terverifikasi secara daring (online) untuk mengetahui kemungkinan adanya perekaman
ganda.
Meskipun begitu, menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Jumat (22/2), di
Jakarta, semua data tersebut dimasukkan dalam data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) untuk
Pemilihan Umum 2014. Karena itu, data tersebut tidak ditandai sebagai ”tunggal” pada
DP4.
”Bagaimana kami menulis itu tunggal kalau masih offline. Sebanyak 175 juta
(hasil perekaman KTP elektronik) itu sudah masuk dan kami perkirakan mendekati tunggal. Tapi,
yang sudah pasti tunggal 139 juta. Yang lain masih kami uji lagi, mumpung ada waktu 4
bulan,” tutur Gamawan.
Sebelumnya, berkali-kali Gamawan mengatakan, data hasil
perekaman KTP elektronik sebanyak 175 juta bisa diyakini akurasi dan validitasnya. Karena itu,
dari sekitar 190 juta data penduduk pada DP4 yang diserahkan ke KPU, Panitia Pendaftaran Pemilih
(Pantarlih) tinggal memutakhirkan data 15 juta penduduk. Apabila jumlah ini dibagi 77.465
kelurahan/desa, rata-rata hanya sekitar 200 penduduk yang masih perlu dicek (Kompas, 7 Februari
2013).
Anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo, menengarai DP4 yang disampaikan pemerintah
ke KPU masih ”kotor”. ”Dari sekitar 190 juta data penduduk di DP4, masih ada
lebih dari 57.000 jiwa yang berusia di bawah 10 tahun. Juga masih ada ribuan data ganda dan ber-
NIK (nomor induk kependudukan) sama. Data hasil rekam KTP elektronik hanya sekitar 134
juta,” ujarnya.
Karena itu, Arif meminta KPU menyinkronkan DP4 dengan data hasil
pilkada/pemilu terakhir. Setelah itu, data pemilih perlu dimutakhirkan dan diteliti dengan
sungguh-sungguh.
Gamawan menilai tidak banyak data yang tidak valid. ”Semua
(pembersihan data) masih berjalan sampai Oktober,” katanya. Kemendagri juga akan
berkoordinasi dengan KPU terkait hasil pembersihan data.
Anggota KPU, Hadar N Gumay,
memastikan Pantarlih akan mengecek semua data warga yang berhak memilih tanpa membedakan
kesertaan dalam perekaman KTP elektronik. Dari hasil pencocokan dan penelitian, KPU menyusun
daftar pemilih sementara.
Sumber : Kompas
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah berencana akan mengubah sistem pengangkutan sampah di DKI Jakarta
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah berencana akan mengubah sistem pengangkutan sampah di DKI Jakarta. Perubahan sistem tersebut juga akan diubah dari skema waktu menjadi skema putaran atau rit.
Ahok juga mengaku telah menegur Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Saptastri Ediningtyas untuk dapat merubah sistem pengangkutan sampah. Sebab, banyak sampah-sampah di Jakarta yang diletakkan di badan jalan dan menimbulkan bau tidak sedap di wilayah tersebut.
"Banyak yang enggak jalan truk sampah kita. Saya tanya, mau ngapain gitu lho. Terus alasannya kita masih terikat aturan sewa mobil per delapan jam, sehingga hanya ngangkut satu rit. Saya bilang ubah saja dong. Mana bisa pakai jam, pakai rit saja biar lebih simpel. Jadi per rit bayar berapa, tinggal dihitung saja nantinya," ujar Ahok di Balai Kota, Selasa (11/3).
Ahok menegaskan, penerapan skema rit tersebut akan dilakukan pada April 2014 mendatang. Menurut Ahok, Pemprov DKI Jakarta bakal rugi apabila menggunakan sistem yang lama. Lantaran, sampah yang diangkut setiap hari berjumlah sangat kecil dibanding jumlah sampah yang dibuang warga setiap harinya.
"Jadi ada kesengajaan pembiaran sistem yang lama yang dia bikin. Jadi kerja kita lama. Alat berat kita sudah kerja nol koma sekian jam sudah ngangkut penuh pergi, tidak balik lagi. Kan lucu. Memang tidak bisa pakai truk kita. Tadi baru saya tegur (Kadis Kebersihan). Dia harus bisa datain mana daerah-daerahnya. Biar tidak ada semacam kesengajaan," katanya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini mempersilakan perusahaan swasta yang mengangkut sampah di DKI Jakarta untuk mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. "Itu hak mereka, kita tidak mau kontraknya pakai ton. Kita inginnya pakai rit. Itu juga DPRD yang ngatur kok. Pakai rit, pakai jam. Terserah saja lah, gugat saja. Namanya saja kontrak harus ada kewajiban," katanya.