MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISTA..?

Paket Umroh Reguler, paket umroh ramadhan, paket umroh Turki, Paket Umroh dubai dan beberapa paket lainya

Jadwal Umroh Kami ada disetiap minggu, agar  lebih detail Anda bisa tanyakan detail ttg program kami, Sukses dan Berkah Untuk Anda

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 082124065740

Biaya Umroh 2015 di Aceh Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.

Biaya Umroh 2015 di Aceh Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.

Biaya Umroh 2015 di Aceh

Saco-Indonesia.com - Tidak usah takut orang-orang KPK asalkan bkerja tulus iklas karena Alloh untuk memakmurkan bangsa ini sehebat apapun dukun yang akan menyerang orang-orang KPK tidak akan mampu melawan kekuatan Alloh.

Saco-Indonesia.com - Tidak usah takut orang-orang KPK asalkan bkerja tulus iklas karena Alloh untuk memakmurkan bangsa ini sehebat apapun dukun yang akan menyerang orang-orang KPK tidak akan mampu melawan kekuatan Alloh. karena orang-orang Koruptor itu jumlahnya kalah banya dengan orang-orang disakiti oleh Koruptor itu sendiri, jadi dengan banyaknya doa dari orang-orang tersakiti oleh koruptor maka santet apapun tidak akan berhasil untuk memerangi orang-orang KPK, terus berjuang tegakan hukum sesuai Quran dan Hadist. Percaya tidak percaya klenik juga berhubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Sejumlah paranormal menyebut ada upaya dari pihak sakit hati menyerang pimpinan lembaga antirasuah secara gaib.

Kabar itu makin santer ketika KPK mengusut dugaan korupsi yang menjerat dinasti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah . Tanpa diminta beberapa paranormal datang untuk memberikan pengamanan.

Tokoh Banten Ahmad Subadri sempat bertemu dengan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Adnan Pandu Praja agar tidak terpengaruh dengan serangan gaib. Sudah menjadi rahasia umum, Banten memang diidentikkan dengan hal-hal gaib yang demikian.

"KPK mengatakan tidak khawatir. Pak Abraham, Pandu mengatakan mereka siap lahir batin untuk memberantas korupsi di Banten," ujarnya.

Berikut cerita klenik di lembaga antikorupsi:

1. Ada serangan gaib, bola api & awan hitam masuk ke KPK

Serangan balik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata dilakukan juga secara gaib. Paranormal Permadi mengaku dapat melihat KPK 'dikerjai' oleh para koruptor yang memakai jasa dukun.


"KPK kalau malam ada bola api masuk, ada awan hitam masuk," kata Permadi di Gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).

Politikus Gerindra itu berpesan agar nyali lembaga anti korupsi tak ciut menghadapi serangan seperti itu. Pria yang dikenal gemar berpakaian hitam-hitam tersebut mengaku sudah membentengi KPK.

"Saya akan bantu KPK dengan Eyang Subur, enggak perlu takut. Saya sudah membersihkan KPK," kata mantan anggota DPR itu.

2. Santet diarahkan ke ketua dan wakil KPK

Paranormal Ki Sabdo Jagad Royo mendatangi Gedung KPK. Ki Sabdo mengaku datang ke KPK untuk memberitahu ada ancaman serius bagi para pimpinan KPK. Apa ancaman yang dimaksud Ki Sabdo?


"Ya banyak pokoknya. Dan itu dilakukan dengan cara-cara gaib yang tidak terlihat," imbuh paranormal asal Surabaya itu.

Saat ditanya siapa yang mengirimkan santet kepada pimpinan KPK tersebut, Ki Sabdo enggan menyebutkan secara detail. Menurutnya pihak-pihak yang saat ini ini sedang diendus korupsinya tidak senang dan akan menyantet para pimpinan KPK.

"Saya ingatkan kepada Ketua KPK dan wakilnya ada ancaman serius. Bahkan mengarah ke nyawa anda," ujar Ki Sabdo.

3. Ditemukan kantong plastik hitam isi kulit kayu

Gundukan tanah tidak wajar ditemukan di halaman KPK oleh petugas keamanan. Setelah digali ditemukan benda berupa bungkusan kantong plastik hitam berisikan kulit kayu berbau wangi kembang.


Selain itu ditemukan juga bungkus balsem dalam plastik putih. Benda-benda itu diduga sengaja dikirim oleh pihak bermasalah secara gaib dengan keperluan jahat seperti santet.

"Awalnya penjaga melihat ada gundukan tanah yang tidak wajar di halaman KPK, ketika digali kami menemukan benda tersebut," terang Juru Bicara KPK Johan Budi.

4. Anak buah hakim mau santet KPK

Hakim Agung Andi Abu Ayub Saleh mengungkapkan anak buahnya berencana mengirim teluh alias santet ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, anak buahnya, Suprapto, ingin melakukan itu karena takut ditangkap.


"Dia (Suprapto) bilang mau santet Mario, Djodi, KPK. Saya bilang, 'Mana bisa kau santet KPK'. KPK itu gedung," kata Andi.

Hal itu disampaikan Mario saat bersaksi dalam persidangan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan kasasi perkara Hutomo Wijaya Ongowarsito di Mahkamah Agung dengan terdakwa Mario Cornelio Bernardo.

5. Serpihan garam di halaman KPK

Suatu hari para penjaga di Gedung KPK dikejutkan dengan berserakannya garam di halaman. Juru Bicara KPK Johan budi mengatakan hal tersebut memang sudah berulang kali terjadi.

"Ini bukan pertama kali kami menemukan benda-benda aneh di area gedung KPK," kata Johan.

 

Editor : Liwon Maulana

Sumber : Merdeka.com

saco-indonesia.com, Jenazah seorang tenaga kerja wanita asal Kota Binjai, Sumatera Utara telah ditemukan nelayan dalam kondisi y

saco-indonesia.com, Jenazah seorang tenaga kerja wanita asal Kota Binjai, Sumatera Utara telah ditemukan nelayan dalam kondisi yang telah membusuk di dalam peti jenazah yang terapung di perairan laut Bagansiapiapi Sinaboi Provinsi Riau.

"Ketika ditemukan, kondisi mayat sudah membusuk di dalam peti mati dan terapung di laut," kata salah seorang keluarga korban tenaga kerja wanita (TKW) asal Binjai itu, Sri Nilawati, di Binjai, Senin.

Sri Nilawati juga menjelaskan bahwa adiknya itu, Anita Purnama Boru Huahuruk yang berusia (35) tahun , yang juga merupakan warga Jalan Bintara Kelurahan Satria Kota Binjai, yang bekerja di Malaysia sejak beberapa waktu yang lalu.

Mayat adiknya itu pertama kali telah ditemukan oleh nelayan dalam keadaan yang sudah membusuk di dalam peti dan terapung di laut di perairan Bagansiapiapi Sinaboi Provinsi Riau.

TKW yang telah meninggal dunia dengan kondisi mayat membusuk ini telah diketahui berkat informasi yang telah diterima dari polisi Airud Riau yang telah menghubungi mereka.

"Dari situlah kami dapat mengetahui bahwa adikku itu sudah meninggal dunia dalam keadaan membusuk di dalam peti mati," katanya.

Ditemukannya mayat adiknya itu berkat adanya buku paspor, cincin, kalung emas dan nomor hp di dalam dompetnya.

Sri Nilawati juga menjelaskan bahwa korban rencananya di Malaysia bekerja di rumah makan, namun sesampainya di sana ternyata menjadi pembantu rumah tangga.

Korban pergi ke Malaysia pada bulan Agustus 2013 lalu, melalui sebuah agen penyalur tenaga kerja ke luar negeri. "Namun kami tidak mengetahui perusahaan yang memberangkatkannya," katanya.

Sementara itu salah seorang adik korban lainnya, Faisal, juga menyatakan saat dirinya sampai di Bagansiapiapi Sinaboi untuk menjemput, kondisi mayat sudah tidak bisa dilihat karena sudah busuk, namun pihak keluarga yakin itu mayat Anita, karena terdapat tato bunga mawar di pundaknya dan indentitas lainnya.

Kemudian mayat yang dibungkus plastik di dalam peti jenazah itu dibawa pulang untuk segera dikebumikan. Kini keluarga belum tahu apa penyebab kematian korban hingga mayatnya bisa dibuang dan terapung ke laut.

Keluarga juga berharap kepada pemerintah untuk segera mengungkap kematian korban, karena pada saat dia pergi dari rumah dalam keadaan sehat, kata Faisal.


Editor : Dian Sukmawati

BALTIMORE — In the afternoons, the streets of Locust Point are clean and nearly silent. In front of the rowhouses, potted plants rest next to steps of brick or concrete. There is a shopping center nearby with restaurants, and a grocery store filled with fresh foods.

And the National Guard and the police are largely absent. So, too, residents say, are worries about what happened a few miles away on April 27 when, in a space of hours, parts of this city became riot zones.

“They’re not our reality,” Ashley Fowler, 30, said on Monday at the restaurant where she works. “They’re not what we’re living right now. We live in, not to be racist, white America.”

As Baltimore considers its way forward after the violent unrest brought by the death of Freddie Gray, a 25-year-old black man who died of injuries he suffered while in police custody, residents in its predominantly white neighborhoods acknowledge that they are sometimes struggling to understand what beyond Mr. Gray’s death spurred the turmoil here. For many, the poverty and troubled schools of gritty West Baltimore are distant troubles, glimpsed only when they pass through the area on their way somewhere else.

Photo
 
Officers blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues after reports that a gun was discharged in the area. Credit Drew Angerer for The New York Times

And so neighborhoods of Baltimore are facing altogether different reckonings after Mr. Gray’s death. In mostly black communities like Sandtown-Winchester, where some of the most destructive rioting played out last week, residents are hoping businesses will reopen and that the police will change their strategies. But in mostly white areas like Canton and Locust Point, some residents wonder what role, if any, they should play in reimagining stretches of Baltimore where they do not live.

“Most of the people are kind of at a loss as to what they’re supposed to do,” said Dr. Richard Lamb, a dentist who has practiced in the same Locust Point office for nearly 39 years. “I listen to the news reports. I listen to the clergymen. I listen to the facts of the rampant unemployment and the lack of opportunities in the area. Listen, I pay my taxes. Exactly what can I do?”

And in Canton, where the restaurants have clever names like Nacho Mama’s and Holy Crepe Bakery and Café, Sara Bahr said solutions seemed out of reach for a proudly liberal city.

“I can only imagine how frustrated they must be,” said Ms. Bahr, 36, a nurse who was out with her 3-year-old daughter, Sally. “I just wish I knew how to solve poverty. I don’t know what to do to make it better.”

The day of unrest and the overwhelmingly peaceful demonstrations that followed led to hundreds of arrests, often for violations of the curfew imposed on the city for five consecutive nights while National Guard soldiers patrolled the streets. Although there were isolated instances of trouble in Canton, the neighborhood association said on its website, many parts of southeast Baltimore were physically untouched by the tumult.

Tensions in the city bubbled anew on Monday after reports that the police had wounded a black man in Northwest Baltimore. The authorities denied those reports and sent officers to talk with the crowds that gathered while other officers clutching shields blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues.

Lt. Col. Melvin Russell, a community police officer, said officers had stopped a man suspected of carrying a handgun and that “one of those rounds was spent.”

Colonel Russell said officers had not opened fire, “so we couldn’t have shot him.”

Photo
 
Lambi Vasilakopoulos, right, who runs a casual restaurant in Canton, said he was incensed by last week's looting and predicted tensions would worsen. Credit Drew Angerer for The New York Times

The colonel said the man had not been injured but was taken to a hospital as a precaution. Nearby, many people stood in disbelief, despite the efforts by the authorities to quash reports they described as “unfounded.”

Monday’s episode was a brief moment in a larger drama that has yielded anger and confusion. Although many people said they were familiar with accounts of the police harassing or intimidating residents, many in Canton and Locust Point said they had never experienced it themselves. When they watched the unrest, which many protesters said was fueled by feelings that they lived only on Baltimore’s margins, even those like Ms. Bahr who were pained by what they saw said they could scarcely comprehend the emotions associated with it.

But others, like Lambi Vasilakopoulos, who runs a casual restaurant in Canton, said they were incensed by what unfolded last week.

“What happened wasn’t called for. Protests are one thing; looting is another thing,” he said, adding, “We’re very frustrated because we’re the ones who are going to pay for this.”

There were pockets of optimism, though, that Baltimore would enter a period of reconciliation.

“I’m just hoping for peace,” Natalie Boies, 53, said in front of the Locust Point home where she has lived for 50 years. “Learn to love each other; be patient with each other; find justice; and care.”

A skeptical Mr. Vasilakopoulos predicted tensions would worsen.

“It cannot be fixed,” he said. “It’s going to get worse. Why? Because people don’t obey the laws. They don’t want to obey them.”

But there were few fears that the violence that plagued West Baltimore last week would play out on these relaxed streets. The authorities, Ms. Fowler said, would make sure of that.

“They kept us safe here,” she said. “I didn’t feel uncomfortable when I was in my house three blocks away from here. I knew I was going to be O.K. because I knew they weren’t going to let anyone come and loot our properties or our businesses or burn our cars.”

Joseph Lechleider

Mr. Lechleider helped invent DSL technology, which enabled phone companies to offer high-speed web access over their infrastructure of copper wires.

Artikel lainnya »